KORANJURI.com - Kampung Bugis Pulau Serangan Ada Sejak Abad Ke-17 KORANJURI.com - Kampung Bugis Pulau Serangan Ada Sejak Abad Ke-17

HOME | Mimbar | Delik | Rekam Kejadian | Pendidikan | Ekbis | Hiburan | Distrik Wisata | Seni Budaya | Akselerasi | Mail Contact | Foto




1 2 3 4









Kampung Bugis Pulau Serangan Ada Sejak Abad Ke-17


27 Februari 2014 | Koranjuri.com

Kampung Bugis Pulau Serangan Ada Sejak Abad Ke-17
KORANJURI.COM Warga Kampung Bugis yang kini bermukim di Pulau Serangan, Denpasar diyakini sudah ada sejak abad ke-17. Dari sejarah yang dikisahkan oleh sesepuh kampung setempat, Haji Muhammad Mansyur, ikhwal Kampung Bugis Pulau Serangan tak lepas dari sosok Syekh Haji Mumin yang merambah Pulau Bali pada abad ke-17. (Baca Juga: 5 Ribu Polisi Amankan Eksekusi Lahan Kampung Bugis Serangan)

Syekh Haji Mumin merambah pulau Bali sekitar abad 17. Dan awalnya tidak langsung menempati kampung Serangan ini, tapi berada di kerajaan Pemecutan yang waktu itu namanya masih Kerajaan Badung. Tanah ini sebenarnya pemberian Raja Badung kala itu, terang Mansyur.

Dikatakan lagi, Syekh Haji Mumin meminta izin kepada Raja Badung agar mereka diperbolehkan berdiam di dekat pantai. Itu dikarenakan bakat dan jiwa masyarakat Bugis adalah nelayan. Permintaan itu dikabulkan raja.

Syekh Haji Mumin beserta pengikutnya kemudian membuka lahan di bagian selatan Pulau Serangan. Hubungan antara para perantau Bugis di Pulau Serangan dan Kerajaan Badung pun terjalin erat bahkan para perantau Bugis ini dipercaya Raja Badung untuk menjadi penghubung perdagangan.

Saat Kerajaan Badung kewalahan berperang dengan Kerajaan Mengwi, Raja Badung meminta para perantau Bugis ini bergabung sebagai laskar kerajaan. Laskar gabungan ini dengan mudah menundukkan laskar Kerajaan Mengwi yang terkenal lihai berperang.

Kemenangan diraih Raja Badung  kemudian sebagai tanda jasa, para perantau Bugis ini dilindungi oleh Kerajaan dan diberikan hak mendiami sebagian wilayah Pulau Serangan.

Sebagai kampung pendatang, warga Kampung Bugis juga diakui dan dimasukkan sebagai warga desa pakraman (adat). Jadi, warga Kampung Bugis sudah dianggap sebagai warga asli Bali, dengan tradisi dan budaya yang berbeda.

Mansyur mengatakan dengan diakuinya sebagai warga desa Pakraman, warga Kampung Bugis memiliki kewajiban dan hak yang sama dalam pawongan (interaksi sosial) dan palemahan (lingkungan), kecuali menyangkut parahyangan (peribadatan). Pengakuan itu sekaligus merupakan identitas resmi bahwa mereka menjadi bagian dari keluarga besar masyarakat dan budaya Bali.

way